Bapak tua yang menukar uang..

6:29:00 PM

Seperti yang lalu-lalu, baru terasa nikmat itu setelah hilang atau berkurang, seperti malam ini baru terasa lagi nikmat bisa mengunyah dan mengecap dengan lancar setelah perihnya sariawan ini mencapai puncak. Karena sariawan setitik ini terasa kurang sempurna hidup saya. Dengan segala keterpaksaan saya melangkahkan kaki ke apotek. Tujuan saya adalah obat sariawan.

Sesampai di apotek si mbak yang berjaga di deretan rak obat terlihat sangat sibuk melayani para pesakitan, saya disuruh mengantri. Dibagian ini jiwa tidak sabaran saya bergejolak, datang ibu-ibu yang seenaknya saja mengambil posisi di depan saya, si mbak itu lemotnya minta ampun, si ibu  di depan saya nanyanya banyak amat, jadilah saya berdiri mematung disitu, mau ngomong malas, akhirnya saya sabar dengan terpaksa.

Tibalah giliran saya. Saya meminta minyak tawon, si mbaknya grasak-grusuk mencari minyak tawon, saya mintanya yang kecil, eh dia malah nyodorin botol sebesar pentungan.

"Mbak yang paling kecil..."

Si mbaknya balik lagi... kemudian kembali dengan botol ukuran menengah..

Mbak yang paling kecil mbak... *mulai bertanduk*

Mbaknya kembali grasak-grusuk kemudian menyodorkan botol ukuran kecil.
Ya udah mbak itu aja.

Saya menyodorkan uang lima puluh ribu, si mbaknya sibuk mencari kembalian. Saya masih disitu mematung, tiba-tiba saja datang bapak tua menyodorkan uang ke si mbak, kata beliau "nak tolong tukarkan, jumlahnya tiga ratus ribu" setelah itu beliau duduk menanti dikursi. Saya memperhatikan tumpukan uang itu, susunannya sangat rapi didominasi uang seribuan. Mata saya mengarah ke pemilik uang, beliau adalah bapak tua, dari wajah saya menaksir umur beliau ada dikisaran 70 tahun,beliau memakai baju koko lusuh dengan kancing yang sudah tidak lengkap, celana yang beliau kenakan sama berumurnya dengan usia beliau, tangan kanannya menggenggam erat plastik hitam, kopiah yang beliau kenakan robek disetiap sisinya. Jari-jari kaki beliau menggambarkan bahwa jalan yang beliau tempuh kebanyakan dengan berjalan kaki.

Mbak... mbakk... mbak ini kembaliannya...

eh iyaa...

Saya mengambil kembalian saya, dan segera keluar apotek, dari luar apotek saya melihat si bapak tua merapikan tiga lembar uang seratus ribuan kemudian keluar dengan wajah menunduk. Suami saya menyalami beliau saat lewat dihadapan kami, tidak lupa suami saya selipkan sedikit uang untuk tambahan uang si bapak tua. Si bapak tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis, diciuminya uang itu berkali-kali, sambil menengadahkan tangan ke langit si bapak tua mengucap syukur berkali-kali. Saya menitikan air mata. Saya bertahun-tahun menerima gaji dengan jumlah yang amat jauh dari uang seribuan yang beliau kumpulakan namun tidak sekalipun saya mengucap syukur sekhusyu itu. T_T

Saya mengikuti bapak tua itu dari belakang, saya melihat beliau melewati mobil-mobil yang terparkir depan perumahan, pandangan saya terhalagi oleh kendaraan yang ramai, tak berselang lama beliau muncul bersama ibu tua (istrinya), entah kemana tujuan mereka, mereka terus saja berjalan menyusuri jalanan yang ramai oleh kendaraan.

Air mata saya meniti lagi. Oh Tuhan, tumpukan uang seribu rupiah yang bapak tua tadi tukarkan entah dikumpulkan berapa lama. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan, bapak tua ini adalah satu diantara tak berbilangnya manusia yang masih berjuang begitu keras untuk seribu dua ribu. T_T

***
Saya pulang dengan sariawan yang sudah saya lupakan sakitnya, cara Allah mengajarkan hambaNya sungguh luar biasa, saya dibuat menunggu di apotek bukan tanpa maksud rupanya, Allah ingin mempertemukan saya dengan bapak tua itu. Dan lagi-lagi kembali mengingatkan nikmat yang saya dapatkan dengan mudah sedang diluar sana ada yang berpeluh bahkan berdarah untuk mendapatkannya. Alhamdulillah. T_T

16 November 2014

You Might Also Like

0 comments

I'm Proud Member Of