Menyepakati resep bahagia

7:07:00 PM

Bulan ini saya sempat berpikir bahwa mungkin saya akan kehabisan bahan harus bercerita apa lagi tentang pernikahan kami, ternyata tidak, hampir setiap hari selalu saja ada cerita yang bisa saya simpan.

Berkaitan dengan tulis menulis ini, beberapa hari yang lalu saya sempat membaca artikel yang bernada ‘muak’ membaca tulisan serupa tulisan saya, tentang keadaan pernikahan yang diceritakan panjang lebar. Jujur saya kepikiran, dan sempat ada niatan untuk berhenti saja, hehe, tapi setelah saya pikir-pikir lagi, akhirnya saya kembali memutuskan untuk tetap menulis, yang beranggapan ‘muak’ boleh memilih untuk menutup mata dari tulisan-tulisan rupa beginian. Dan harus dipahami baik-baik bahwa setiap orang punya cara sendiri untuk merekam jejak-jejak kehidupannya, bisa lewat apa saja, asal tetap menjaga norma menurut saya nggak ada masalah, dan alhamdulillah jika ternyata bisa bermuatan hikmah untuk orang lain. :)

Sepertinya memang tidak banyak yang menulis jejak pernikahannya hampir disetiap bulan, saya aja kali ini yang norse. Dalam kepala saya, saya ingin membuat buku seperti Ainun dan Habibie.. Hehe *nyengir. Menulis bisa dibilang adalah hadiah kecil yang ingin saya persembahkan untuk dia yang teristimewa di hati, suami saya tercinta. Tulisan merupakan salah bentuk hadiah paling awet menurut saya, nggak akan rusak atau basi.

Berbicara tentang kehidupan cinta kami, rasa-rasanya sepuluh bulan ini berjalan begitu biasa, tapi dari hari-hari biasa yang kami lewati saya bisa mengambil begitu banyak pelajaran, juga kenangan, satu-satunya hal yang sedikit saya sesali adalah saya tidak mengingat dimana pertama kali mengenal suami saya padahal kami sekampus, sejurusan pula. :D

Melewati sepuluh bulan ini, saya melihat kami yang banyak berbeda dari sisi kebiasaan. Kisah kami juga bukan seperti yang ada didongeng walaupun saya selalu berharap akan ada pangeran kodok dalam kehidupan nyata saya. Komunikasi kami pun tidak selalu berjalan mulus, kadang muncul bisikan-bisikan bahwa dia yang saya nikahi ini tidaklah utuh pribadi yang saya harapkan. Jujur, berapa hari sebelum menikah, saya dilanda keraguan hebat, diakah orangnya?

Setelah menikah, keraguan itu pelan-pelan hilang bersama pengalaman yang saya katakan ‘biasa’ tapi membawa begitu banyak perubahan pada kehidupan pasang surut yang saya lewati. Kami bisa menjadi teman yang begitu akrab dalam segala hal, saya bisa minta tolong apa saja padanya tanpa harus sungkan, obrolan kami bisa kemana-mana. Hari ini saya ingin mengulang syukur yang saya rasakan, karena Allah menakdirkan kami menjadi suami istri.

Pernikahan kami tidak saya pungkiri tidak selalu berjalan mulus, ada kalanya kami berbeda pendapat memandang sesuatu tidak dengan mata yang sama, sesekali saya mendiamkan suami, sekali waktu saya yang didiamkan. Keadaan ekonomi kami pun masih keluar masuk zona prahara akhir  bulan. Haha. tapi bersama melewati ini jadi serasa lebih mudah.


Hidup ini saya tahu pasti tidak akan melulu mudah, besok atau lusa kehidupan kami bisa saja menghadapi gelombang besar, tidak tercukupkan lagi dengan cinta, dan barangkali akan ada hal-hal yang tidak kami harapkan yang mendatangi hidup kami. Semua itu, saya yakini pasti akan datang, kemarin saya bilang ke diri saya untuk tidak mempertanyakan apa-apa pada Allah jika nanti keadaan itu datang. Atas nikmat yang tak berbilang saat selama ini, jika melihat ke dalam diri saya sering merasa tidak pantas. Semoga ini bisa menjadi resep bahagia saya dan suami, selamanya menjadi hamba yang pandai bersyukur.

Gambar dari sini

23 Februari 2015






You Might Also Like

0 comments

I'm Proud Member Of