Tak berhenti kita berharap untuk Indonesia Hebat!

6:36:00 PM

Pagi-pagi buta kostan sudah heboh-heboh... “Woiii cepatmi... mau sama-sama kah ke TPS?”
Saya menyahut dari kamaar... Eh tungguuuuka’. Pagi itu iring-iringan penghuni kostan seperti kampanye dadakan di hari H. Kami para pendukung SBY bersatu. Hanya satu orang senior saja yang mendukung JK. Beliau sudah habis diborongi setiap ada debat capres di televisi. Hahaha. Tahun 2009 kemarin Saya pilih SBY! * ini pemilu pertama untuk saya

Saya ke TPS membawa kartu pemilih dengan nama tertera yang mirip-mirip nama saya ‘Rahma kesumat’. Kala itu saya termaksud warga liar nomaden yang saban tahun pindah kotsan karena pengaruh gejolak ekonomi yang berimbas pada kenaikan harga sewa kost-kostan, jadilan KTP saya domisilinya di sana, saya tiggalnyaa di sini. Mahasiswa nggak mau repot, ketua RT pun demikian, akhirnya saya dikasih kartu pemilih yang tidak ada pemiliknya. Siti rahmadayanti jadi Rahma kesumat.. Hahaha.. Gara-gara kasus ini dikostan nama saya sering dipelesetin jadi Rahma kesumat. *ternyata bisa pake katepe*

Karena apa saya memilih SBY.. Eh karena cara beliau ngomong pas debat bikin hati meleleh.. Hehe... Tenang bangettt euy... Dengan pesona beliau yang wow saya benaran nggak nyangka gambar beliau bisa dijadikan ornamen pelengkap oleh para demonstran... Ada yang dibakar, diinjak, bahkan dipakekan ke kepala kerbau. TERLALUH..

Gak berasa aja.. Sudah lewat lima tahun, dan saya disini didepan tivi menitikan air mata saat melihat Pak SBY gantian kursi sama Pak Jokowi. Diluar dinamika politik yang tidak saya mengerti, terlepas dari masalah ekonomi yang tidak habis-habis, hingga harga indomie sekarang mencapai angkat 2500 perbungkus, saya tetap saja ngepans sama beliau. ah, ya mana ada gading yang tak retak.

Puncaknya kemarin. Saya nggak mau ketinggalan dong, saya ikuti semua prosesinya, sampai bagian wawancara ekslusif tv one dengan pak Sby dan bu Ani. Setelah nonton acara ini saya terperangah mendengar omongan Bu Ani.. Saat ditanya perasaannya setelah pak SBY lepas masa jabatan. Kata beliau... “Rasanya seperti bisul yang pecah, lega”

Siksaan bisul itu sampai 10 tahun.

Masa sih sampe segitunya? Atau barangkali itulah sebab mengapa pemimpin sholeh terdahulu merasa berat saat didaulat menjadi pemimpin. Saya jadi teringat kisah yang diceritakan Abu Qatadah ”Pada suatu hari Umar bin Khattab memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang sebagiannnya dipenuhi dengan tambalan dari kulit, padahal waktu itu beliau adalah seorang khalifah, sambil memikul jagung ia lantas berjalan mendatangi pasar untuk menjamu orang-orang.” Abdullah, puteranya berkata, ”Umar bin Khattab berkata, ”Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai Eufrat, maka umar merasa takut diminta pertanggung jawaban oleh Allah"

Beh.. jika pada kambing saja akan dimintai pertanggung jawaban, nah lo jumlah rakyat indonesia ada berapa? 

Bu any dan Pak SBY kemudian melanjutkan cerita.. Dari obrolan panjang Pak SBY dan bu Any Akhirnya saya menyimpulkan memang sepuluh tahun tinggal diistana bukan cuma senang-senang saja, ada banyak gejolak di sana. Pantas matanya pak SBY sampe bengkak gitu.. :)

Pesona Pak SBY yang sempat memudar kembali terpoles dihari pelantikan kemarin. Ucapan terima kasih pun banjir dimedia sosial, Ibu ani yang sempat dibully karena kasus telegram eh instagram berhasil menarik simpati lagi. Salam hormat untuk bapak dan ibu, Terima kasih.

****
Selanjutnya semua mata tertuju pada diaa yang berkemaja putih, ber-da-da dari atas delman, sesekali memberikan salam tiga jari.. Iyah itu presiden baru kitaaah :) Eh saya bisa terpesona begini sama tampilan pak Jokowi yang sederhana dan merakyat.

Belum kering pesona yang saya rasakan ternyata di facebook sudah rame-rame cerita tentang pesta rakyat yang pak jokowi adakan. Berpesta sebelum bekerja katanya. Monas penuh sampah, dan banyak maksiat dalam penyambutan itu. Lah pan kita-kita sudah tahu kalau pak presiden kita suka music *rock* jadi jangan heran dong kalau syukurannya ada acara musik-musiknya. Yang kemarin nggak ikutan nyoblos nggak boleh protes ya.

Di sudut lain medsos ada yang heboh-heboh membagi artikel pidato Abu bakar dan umar saat terpilih menjadi pemimpin kaum muslimin... Secara tersirat berharap agar pak Jokowi juga demikian. Woilah... Jauuuuh kali kaka... Kalau melihat monas yang disesaki manusia begitu harusnya kita sadar dong kalau yang mau disadarkan tentang haramnya musik, ikhtilat, dan beratnya amanah bukan hanya pak Jokowi.. Noooh yang dibawa panggung juga... Yang jumlahnya segambreng harus direvolusi mental.

Lantas jika tidak sesuai kriteria apakah kita berhak mencela? Menyimpulkan hasil akhir pemerintahan ini padahal belum dimulai? Atau Menshare berita yang sesuai perasaan kita tanpa mentabayyun kebenarannya? Tolong jangan merusak dakwah dengan cara-cara seperti ini. Oke kaka..

Sungguh keadaan ini membawa pelajaran maha penting untuk kita. Perubahan yang kita inginkan itu barangkali ada yang salah dalam caranya, jangan sampai kita terlalu ngotot menginginkan pemimpin yang sempurna sedang kita lupa berkaca diri, lupa bahwa bernasehat ada adabnya apalagi terhadap pemimpin.

Kata orang makassar, ayomi mulai dari dirita’*Ajakan tarbyah*.. Hehe, berharap untuk mengubah pemimpin erasanya terlalu muluk-muluk, kalau versi Aa Gym “Mulai dari diri sendiri dulu “ kemudian orang-orang terdekat kita…” Rasulullah pun demikian, Beliau menampakan /menyampaikan islam ini kepada orang terdekat beliau, anggota keluarga, dan shahabat karib beliau”. Melakukan pembinaan (dakwah dan tarbyah) pribadi muslim sehingga lahir generasi Rabbani yang Mukmin dengan pemahaman yang shahih, muslih yang sholeh secara pribadi dan bisa men-sholehkan orang lain, Mujahid yang siap berjihad, muta’awin yang teroganisir dan Mutqin(professional)

Jalan ini barangkali membutuhkan waktu yang tidak sebentar, suatu  proses yang bertahap, tidak bisa terjadi secara tiba-tiba seperti membalikkan telapak tangan begitu saja. Hal ini dapat kita saksikan dalam individu-individu kaum muslimin. Yang mana perubahan menjadi baik itu memerlukan proses dan tahap yang tidak sebentar. Nah, bagaimana lagi dengan sekelompok orang yang memiliki beragam problema, sebuah negara, apalagi kumpulan negara dengan jutaan masalah yang menghimpit warga negara mereka masing-masing? Tentu merubahnya tidak butuh waktu yang tidak sebentar.


Dari masyarakat yang baik akan lahir pemimpin yang baik. Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan,

“Sesungguhnya di antara hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya bahkan perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat zholim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zholim. Jika tampak tindak penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya. Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan tugas yang berat. Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah maka akan diambil pula oleh pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan.

Salam hormat untuk pak Jokowi..
Jangan berhenti berharap untuk indonesia hebat, sebaik-baik tempat berharap hanyalah pada-Nya. Berdo’a grakkk.. :)

Bekasi, 23 Oktober 2014

You Might Also Like

0 comments

I'm Proud Member Of