
Nak apa kabarmu pagi ini?
Kemarin ada teman ibu yang menanyakanmu, sudah bisa apa kamu saat ini?
Mendengar
pertanyaan itu, ibu tidak menjelaskan apa-apa tentang kepergianmu, ibu
menarik nafas sebentar kemudian ibu mulai bercerita tentangmu,
menerka-nerka sudah bisa apa kamu saat ini, seperti apa jari-jarimu,
betapa menggemaskannya dirimu. Lalu teman ibu bertanya lagi, apakah ibu
memberimu Asi eksklusif. Ibu tersenyum, menjawab, Pasti!
Setelah itu ibu melangkah pulang, membawa rindu dan tanya, nak apa kabarmu?
Disini hujan sedang deras-derasnya, apakah disana ada yang menemanimu?
Anakku
sayang, maafkan ibu, akhir-akhir ini sudah jarang menjengukmu, bukan
karena rasa sayang ibu mulai berkurang, atau ibu perlahan melupakanmu.
Tidak nak, tidak akan pernah. Bahkan ibu mengingatmu di setiap
detik-detik yang ibu lewati, tidak jarang ibu harus berpura-pura batuk untuk menyamarkan air mata ibu yang jatuh saat mendengarkan obrolan teman-teman ibu tentang anak-anak mereka yang seusiamu.
Nak, Maafkan ibu ya, kamu jangan sedih karena kesedihan ibu. Ibu berjanji akan lebih kuat lagi. Saat ini Ibu hanya belum menemukan cara untuk tidak menetaskan air mata setiap kali mengingatmu.
Dari ibu yang selalu merindukanmu.
Gambar dari sini
Sebenarnya
saya sudah menulis Resolusi saya tahun ini di buku agenda, tapi setelah
membaca tulisan saya ditahun sebelumnya, saya jadi tergerak untuk
menulis Resolusi yang saya rencanakan di blog, tujuannya untuk apa?
Bukan untuk eksis pastinya, hehe, menulis untuk saya saat ini seperti
ruang untuk mengumpulkan energi positif, membagi apa yang yang saya
rasakan benar-benar membantu saya memahami diri sendiri, saya menemukan
kekuatan baru dari tiap tulisan yang saya buat. Mungkin akhir tahun
kemarin saya banyak membagi cerita sedih kehilangan Ruwaifi, dari
cerita-cerita yang saya tuliskan itu, saya mendapat banyak hikmah,
terutama dari mereka yang mau berbagi kisah bagaimana bangkit lagi
setelah ditinggal buah hati.
Well,
tahun lalu begitu berwarna untuk saya. Tidak pernah terpikir sebelumnya
bahwa Tuhan akan mengirimkan ujian kehilangan anak untuk saya dan
suami, kini telah berlalu hampir empat bulan, Jika diumpamakan luka,
kehilangan Ruwaifi adalah luka yang belum kering untuk saya. Namun saya
coba memperlakukan luka yang saya rasakan sebagaimana mestinya, saya
tidak mungkin memelihara luka dan sebisa mungkin harus mencarikannya
obat agar lekas sembuh. Harus Kuat!
Sekarang
Januari hampir mendekati penghujungnya dan ada kejuatan saat saya
iseng-iseng tes kehamilan pakai tespek. Alhamdulillah positif,
masyaallah ini diluar perencanaan, rasanya masih terlalu cepat, sempat
nggak percaya, tapi saya percaya bahwa rencana Allah selalu lebih baik.
Alhamdulillah. Hasil positif di tespek menjadi hadiah untuk saya dan
suami, dan jujur membuat saya lebih bersamangat menyambut tahun ini,
untuk menjadi lebih baik lagi, dan lebih baik lagi.
Setelah
lihat dua garis merah samar di tespek saya kembali menyusun resolusi
saya tahun ini, dan inilah resolusi yang saya tuliskan.
Memperbaiki hubungan dengan Allah
Point
pertama ini saya rasakan sekali jatuh bangunnya, tidak istiqomahnya
saya, sempat kepikiran untuk tidak menuliskannya dalam resolusi tahunan
karena rasa-rasanya selalu tidak maksimal, tapi saya juga tidak merasa
pantas membuat bereretan resolusi urusan dunia sedang hubungan sama
Allah tidak saya buat perencanaannya. Untuk resolusi ini saya sudah
membuat list amalan harian.
Hidup Sehat
Salah
satu kebiasaan baik yang saya pelihara sejak masa nifas selesai adalah
rajin minum air putih serta sebisa mungkin tidak meneguk minuman
berwarna-warni, dan rajin juga memperhatikan komposisi makanan yang saya
makan, apalagi jika itu makanan siap saji, prinsipnya semakin banyak
komposisi aneh-aneh di lebel makanan, maka kemungkinan makanan itu tidak
sehat untuk tubuh juga semakin besar.
Olahraga?
Untuk ini saya sampai beli sepatu baru loh, hehe. Setelah melakukan tes
kehamilan aktivitas rutin lari pagi disetiap hari sabtu ahad saya
hentikan untuk sementara, insyaallah akan diganti jalan pagi, dan akan
saya rutinkan lagi setelah memasuki kehamilan bulan ke empat.
Umrah and Visit New Places
Untuk
umrah tabunganya belum cukup sih, tapi saya dan suami merencanakan
untuk umrah di bulan 12 tahun ini, semoga ada jalan dan rezki. Kalaupun
ada rencana Allah yang lain, saya ingin ibu saya bisa berumrah tahun
ini.
Dan jalan-jalan, saya udah mulai nabung untuk liburan akhir tahun nanti bersama suami.
“Jangan
mengukur sebuah perjalanan dari banyaknya biaya yang dikeluarkan atau
waktu yang dihabiskan. Ukurlah sebuah perjalanan dari kayanya pengalaman
yang kita dapatkan setelah kembali ke rumah. Perjalanan membuat kita
belajar untuk menjadi lebih sabar, tangguh, dan pengertian. (Traveling
is Possible, Claudia Kaunang)
Hafal Juz 30, 29 dan asmaul husna
Saya udah pernah hafal ke dua juz ini tapi ilang lagi. Hiks. Insyaallah tahun ini harus kembali hafal.
Mempersiapkan diri menjadi ibu yang baik.
Masyaallah,
senyum sumringah belum hilang dari wajah saya sejak melihat dua garis
merah itu. Insyaallah sabtu nanti baru periksa ke dokter, semoga
semuanya baik-baik, dan tidak ada cara lain untuk mensyukuri nikmat ini
selain mendekat dan mendekat kepada Allah, dan mempersiapkan diri untuk
menjadi ibu yang baik, diantara persiapan yang akan saya lakukan adalah
banyak belajar, banyak membaca, banyak menulis, banyak berbagi. :)
Resign
Sengaja
saya menulis Resign sebagai Resolusi tahun ini, semoga dipenghujung
tahun nanti saya sudah resign, dan tidak LDMan lagi dengan suami. Aamin
Resolusi saya tahun ini tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya, intinya saya ingin lebih baik lagi dari tahun yang sudah berlalu.
21 Januari 2016
Setelah 113 hari meninggalnya kesayangan, Ruwaifi’ Tauhid
Anakku...
Senyumku membelah malam saat pertama kali aku menyapamu.
Dalam sapa khas seorang calon ibu yang menanti.
Aku masih ingat saat-saat itu.
Saat-saat dadaku membucah mengetahui engkau tumbuh dalam rahimku.
Saat-saat mencintaimu begitu mencemaskanku.
Adakah semua akan baik-baik saja, Nak?
Anakku apa kabarmu di sana?
Mengingatmu, mengingatkanku bahwa tak ada dapat melawan usia, bahwa hidup bersiap. ditinggalkan, bersiap meninggalkan.
Namun, rinduku tak juga membuatku tabah.
Rindu ini mendekap, menyekap dalam tanya, adakah disana engkau baik-baik saja?
Nak, Kenangan tentangmu terus saja menggema-gema.
Perasaan ini menjelma air mata yang jatuh berbulir-bulir.
Berlembar-lembar do'a telah kupintal.
Dalam hatiku ada ribuan harap, yang kutitipkan untukmu lewat sujud-sujud panjangku.
Nak, adakah nanti engkau akan mengenal ayah, mengenal ibu, meski mata kita tak pernah bertemu tatap?
Atau berjanjilah bahwa engkau akan menemukan kami, agar rindu ini terobati.
(Puisi Pertama untuk Ruwaifi, 4m7d meninggalnya Ruwaifi' kesayangan)
Senyumku membelah malam saat pertama kali aku menyapamu.
Dalam sapa khas seorang calon ibu yang menanti.
Aku masih ingat saat-saat itu.
Saat-saat dadaku membucah mengetahui engkau tumbuh dalam rahimku.
Saat-saat mencintaimu begitu mencemaskanku.
Adakah semua akan baik-baik saja, Nak?
Anakku apa kabarmu di sana?
Mengingatmu, mengingatkanku bahwa tak ada dapat melawan usia, bahwa hidup bersiap. ditinggalkan, bersiap meninggalkan.
Namun, rinduku tak juga membuatku tabah.
Rindu ini mendekap, menyekap dalam tanya, adakah disana engkau baik-baik saja?
Nak, Kenangan tentangmu terus saja menggema-gema.
Perasaan ini menjelma air mata yang jatuh berbulir-bulir.
Berlembar-lembar do'a telah kupintal.
Dalam hatiku ada ribuan harap, yang kutitipkan untukmu lewat sujud-sujud panjangku.
Nak, adakah nanti engkau akan mengenal ayah, mengenal ibu, meski mata kita tak pernah bertemu tatap?
Atau berjanjilah bahwa engkau akan menemukan kami, agar rindu ini terobati.
(Puisi Pertama untuk Ruwaifi, 4m7d meninggalnya Ruwaifi' kesayangan)

Tahun 2015 dibuka dengan kabar bahagia, saya hamil!
Perjalanannya, jatuh bangunnya, ditambah emmood ibu hamil yang sempoyongan alias labil membuat tahun ini tambah berwarna, dan We never know what the future brings. Saya hari ini dipenghujung tahun masih menata hati setelah meninggalnya Ruwaifi, anak kami, We can say 'ikhlas' hundreds of times, but it remains one of the hardest things to do in life. *tarik napas*
-----
Menyongsong 2016, hari-hari menjelangnya saya direcoki oleh tetangga saya yang selalu kelihatan hepihepi dan baik hatiiii sekali.
“Move on 2016, Rahma” katanyaa...
Ahad kemarin kami lari pagi hampir dua jaman, kata-kata itu menjadi semacan backsound disetiap langkah kami. Eh Bahkan gincu yang beberapa pekan ini rapi teroles dibibirnya juga bagian dari move on 2016. D
Masih dari dia yang berhasil menularkan semangat positif, semalam, diobrolan kami selepas makan, ia mengatakan bahwa hidup itu sederhana saja Rahma, syukuri hal-hal kecil dalam kehidupan.
“Salah satu hal yang selalu saya ulang-ulang sebelum tidur adalah rasa syukur kepada Allah karena saya sehat-sehat saja” ucapnya menutup obrolan.
*Saya tarik napas lagi*
2015, dari semua target pencapaian, sehat-sehat saja adalah nikmat yang kadang terlupakan.
21 Desember 2015
Sedih
karena anak meninggal, empat hari setelahnya suami harus pergi
melanjutkan kuliah, sakit bekas operasi masih nyeri-nyerinya, dan banyak
yang mengajak saya untuk berandai-andai, andai begini, andai begitu,
mungkin kisah Ruwaifi akan lain. Saya merasakan semua ini satu paket
lengkap dalam satu waktu.
Bahkan perasaan saya saat itu andai bisa, iya, andai bisa saya ingin menghilang, atau tidur dan baru bangun lagi setelah tahun berganti.
Bahkan perasaan saya saat itu andai bisa, iya, andai bisa saya ingin menghilang, atau tidur dan baru bangun lagi setelah tahun berganti.
16 November lalu setelah tiga bulan cuti saya kembali masuk kerja seperti biasa. Tadinya saya pikir bekerja kembali akan menjadi salah satu obat dari apa yang saya rasakan.
Yang terjadi ditempat kerja? saya harus mempelajari gambar proyek baru, membaca dokumen tender, dan bosan. Perasaan sepi yang teramat dalam sering muncul begitu saja padahal disitu lagi banyak orang, lagi di mushola, lagi meeting, lagi pengajian kantor. Perasaan ini saya resapi betul.
Di titik ini keinginan untuk resign benar-benar sampai ubun-ubun, tapi keinginan saya untuk membantu perekonomian rumah tangga kami selama suami kuliah juga sama besarnya.
Maka jadilah perjalanan hari-hari saya di tempat kerja begitu membosankan, pekerjaan saya hanya menunggu jam 4 dan pulang. Jam 4 dan pulang. Jam 4 dan pulang. Ini terulang setiap harinya.
Perasaan saya semakin parah saat melihat obrolan teman-teman di grup whats app yang membahas anak-anaknya. Sahabat yang sudah bertahun-tahun saya kenalpun tidak lantas menjadi orang yang mengerti saya, justru dari dialah muncul pertanyaan yang lagi-lagi membuat saya rapuh. Perasaan saya semakin paraaaah lagi saat saya merasa bahwa betapa beruntungnya mereka dibanding saya.
Suami saya menyarankan untuk mencoba menulis lagi, menulis apa saja yang saya rasakan, barangkali bisa mengurai kesedihan yang saya rasakan. Awalnya saya tidak mengikuti saran ini karena takut akan ada pertanyaan yang justru membuat saya semakin rapuh.
Akhirnya, saya mencoba menulis apa-apa yang saya rasakan. Awalnya sangat sulit dan berat untuk menceritakan segala hal tentang Ruwaifi. Saya bolak-balik coba nulis, tapi saya hapus. Besoknya nulis lagi terus saya hapus lagi. Sampai akhirnya satu tulisan jadi, dan saya menangis saat membacanya.
Lalu saya menghubungi suami untuk membaca tulisan pertama saya tentang Ruwaifi.
Respon darinya kembali membuat saya bersemangat untuk sharing lebih banyak tentang perasaan saya. Dan setelah satu bulan kembali masuk kerja lagi saya merasakan manfaat yang luar biasa dari sharing di blog, saya jadi lebih kuat, lebih berani melihat keluar, diluar sana yang pernah kehilangan anaknya juga tak berbilang, bukan hanya satu, ada yang dua, tiga, empat, bahkan ada yang ditakdirkan tidak memiliki anak.
Namun...
Semangat
saya yang sempat berapi kembali padam saat melihat komentar-komentar di
media sosial yang kebanyakan ikut bersedih saat saya sharing tentang
Ruwaifiku , sempat kepikiraan ngapain sih Rahma curhat-curhat di media
sosial.
Nulisnya berhenti lagi. Namun suami saya lagi-lagi memberi semangat untuk menulis apa saja yang saya rasakan semoga bisa bermanfaat untuk mereka yang mengalami keadaan serupa. Ia terus memberi saya motivasi untuk berbagi dengan disetiap obrolan-obrolan kami.
“Banyak yang pernah mengalami hal yang kamu rasakan tapi tidak semua bisa membaginya”
“Kamu bisa menceritakan bagaimana bangkit lagi setelah kehilangan anak, kabarkan hiburan Allah untuk mereka yang bersabar saat di uji, bagikan pengalaman mengurasi produksi ASI saat bayi meninggal, bagaimana menulis bisa membuat kamu lebih berpikiran positif, tentang apa-apa yang kamu jumpai saat bolak-balik ke makam Ruwaifi”
“Tulis perasaan kehilangan yang kamu rasakan”
“Semoga dengan menulis betapa dalamnya perasaan kehilangan yang kamu rasakan bisa membuat perempuan diluar sana banyak bersyukur saat bisa melahirkan anak-anak yang sehat. Karena ternyata banyak juga yang baru bisa bersyukur setelah mengetahui bahwa banyak yang menginginkan posisinya"
Akhirnya tulisan yang tadinya saya takutkan akan mengumbar privasi, semakin kesini justru membawa saya pada perasaan untuk lebih banyak melihat ke bawah, saat lagi kangen-kangennya sama Ruwaifi saya akan mengingat beberapa kenalan yang mengalami keadaan serupa setelah menunggu bertahun-tahun, saat jenuh-jenuhnya bekerja, main sebentar ke toilet dan melihat ibu-ibu yang membersihkan kloset dengan gaji tak seberapa kembali menghadirkan rasa syukur, jika sedang sumpek-sumpeknya mikirin mau resign, saya tinggal menyempatkan diri sebentar menyapa ibu tukang sapu di kantor yang sudah bertahun ditinggal meninggal suaminya dan harus membesarkan beberapa orang anak seorang diri.
Hari-hari setelah saya sharing di blog tentang apa yang saya rasakan jadi lebih positif, dan membuat saya banyak bersyukur. Iya, masih banyak hal yang belum saya syukuri dalam kehidupan ini.
Terima kasih :)
Jum’at 18 Desember 2015
Ba’da Kajian jum’at di kantor. Kajiannya membahas tauhid, mengingatkan pada kesayangan Ruwaifi Tauhid, pematerinya bawa bayi seumuran Ruwaifi, ingat Ruwaifi lagi. Harus kuat!
Nulisnya berhenti lagi. Namun suami saya lagi-lagi memberi semangat untuk menulis apa saja yang saya rasakan semoga bisa bermanfaat untuk mereka yang mengalami keadaan serupa. Ia terus memberi saya motivasi untuk berbagi dengan disetiap obrolan-obrolan kami.
“Banyak yang pernah mengalami hal yang kamu rasakan tapi tidak semua bisa membaginya”
“Kamu bisa menceritakan bagaimana bangkit lagi setelah kehilangan anak, kabarkan hiburan Allah untuk mereka yang bersabar saat di uji, bagikan pengalaman mengurasi produksi ASI saat bayi meninggal, bagaimana menulis bisa membuat kamu lebih berpikiran positif, tentang apa-apa yang kamu jumpai saat bolak-balik ke makam Ruwaifi”
“Tulis perasaan kehilangan yang kamu rasakan”
“Semoga dengan menulis betapa dalamnya perasaan kehilangan yang kamu rasakan bisa membuat perempuan diluar sana banyak bersyukur saat bisa melahirkan anak-anak yang sehat. Karena ternyata banyak juga yang baru bisa bersyukur setelah mengetahui bahwa banyak yang menginginkan posisinya"
Akhirnya tulisan yang tadinya saya takutkan akan mengumbar privasi, semakin kesini justru membawa saya pada perasaan untuk lebih banyak melihat ke bawah, saat lagi kangen-kangennya sama Ruwaifi saya akan mengingat beberapa kenalan yang mengalami keadaan serupa setelah menunggu bertahun-tahun, saat jenuh-jenuhnya bekerja, main sebentar ke toilet dan melihat ibu-ibu yang membersihkan kloset dengan gaji tak seberapa kembali menghadirkan rasa syukur, jika sedang sumpek-sumpeknya mikirin mau resign, saya tinggal menyempatkan diri sebentar menyapa ibu tukang sapu di kantor yang sudah bertahun ditinggal meninggal suaminya dan harus membesarkan beberapa orang anak seorang diri.
Hari-hari setelah saya sharing di blog tentang apa yang saya rasakan jadi lebih positif, dan membuat saya banyak bersyukur. Iya, masih banyak hal yang belum saya syukuri dalam kehidupan ini.
Terima kasih :)
Jum’at 18 Desember 2015
Ba’da Kajian jum’at di kantor. Kajiannya membahas tauhid, mengingatkan pada kesayangan Ruwaifi Tauhid, pematerinya bawa bayi seumuran Ruwaifi, ingat Ruwaifi lagi. Harus kuat!
Salah satu perasaan tidak nyaman saat ditinggal meninggal oleh anak adalah move on yang jatuh bangun, hari ini bisa biasa-biasa saja besoknya bisa menangis sampai sesegukan hanya karena melihat bedongan si anak. Belum lagi kangen yang kadang nggak ketulungan, obatnya hanya satu yakni ke makam si anak, dan rusaklah move on dua bulanan ini karena saya nggak bisa menahan diri untuk sekedar mengusap-ngusap nisan Ruwaifi.
Perasaan seorang ibu, padahal jelas-jelas saya tahu bahwa tidak boleh membangun apa-apa di kuburan tapi karena sudah terlanjut baper akhirnya saya minta penjaga makam untuk membuat semacam frame buat makam Ruwaifi. Kejadiannya pas saya ke makam Ruwaifi pekan lalu, tanah makam Ruwaifi berantakan, ada beberapa bekas tapak kaki disana. Perasaan seorang ibu ingin melindungi anaknya, biar kata hanya tanah makannya saja.
Sepulang dari pemakaman saya kembali sadarr, aduuuh kan nggak boleh
membuat bangunan apa-apa dikuburan. Nggak boleh Rahma itu dilarang
agama.
Jadilah saya menelpon si bapak penjaga makam untuk membatalkan janji, “makam Ruwaifi nggak usah di apa-apain pak. Gundukan tanahnya tolong di tinggiin dikit aja tadi kayaknya keinjak-injak karena ada yang baru dimakamkan"
Setelah itu saya kembali menata hati lagi, mencoba untuk lebih kuat lagi.
Saya kembali menahan diri untuk tidak lagi ke makam Ruwaifi karena ngggak mau merusak move on yang sudah susah payah saya upayakan.
Berhasil selama satu pekan.
Kemarin pas pulang kerja padahal nggak niat ke sana tapi motor tau-tau udah parkir di area pemakaman. hehe
Saya menghela nafas panjang sebelum melangkahkan kaki masuk ke area pemakaman, di kiri kanan jalan setapak yang saya lewati ada banyak makam, ada yang tanahnya masih merah menandakan masih baru, terakhir kesini, makam-makam baru itu belum ada. Ada yang tanahnya sudah rata, sebagiannya lagi seperti sudah dilupakan.
Akhirnya saya sampai di makam Ruwaifi...
Entah mengapa setiap kali melihat nisan bertuliskan nama Ruwaifi Tauhid ada sedikit kelegaan, rindu yang saya rasakan seperti menemukan obatnya.
Saya duduk di samping makam Ruwaifi sambil melihat-lihat makam disekelilingnya, tak terhitung.
---------
Saya tidak tahu sampai kapan akan begini, dan mungkin beginilah seorang anak pada ingatan ibunya. Seorang anak bisa dengan mudah menghapus bayangan ibunya saat ibunya di takdirkan ‘pergi’ lebih dulu terlebih jika si anak masih bayi...namun.. ibu mana yang sanggup melupakan kepergian anak-anaknya.
Kemarin sore itu saya meninggalkan makam Ruwaifi dengan perasaan lega, saya memaklumi perasaan yang saya rasakan, bahwa mungkin selamanya akan begini, Ruwaifi akan akan tinggal di hati saya, meski kelak akan ada adik-adiknya.
16 Desember 2015
Jadilah saya menelpon si bapak penjaga makam untuk membatalkan janji, “makam Ruwaifi nggak usah di apa-apain pak. Gundukan tanahnya tolong di tinggiin dikit aja tadi kayaknya keinjak-injak karena ada yang baru dimakamkan"
Setelah itu saya kembali menata hati lagi, mencoba untuk lebih kuat lagi.
Saya kembali menahan diri untuk tidak lagi ke makam Ruwaifi karena ngggak mau merusak move on yang sudah susah payah saya upayakan.
Berhasil selama satu pekan.
Kemarin pas pulang kerja padahal nggak niat ke sana tapi motor tau-tau udah parkir di area pemakaman. hehe
Saya menghela nafas panjang sebelum melangkahkan kaki masuk ke area pemakaman, di kiri kanan jalan setapak yang saya lewati ada banyak makam, ada yang tanahnya masih merah menandakan masih baru, terakhir kesini, makam-makam baru itu belum ada. Ada yang tanahnya sudah rata, sebagiannya lagi seperti sudah dilupakan.
Akhirnya saya sampai di makam Ruwaifi...
Entah mengapa setiap kali melihat nisan bertuliskan nama Ruwaifi Tauhid ada sedikit kelegaan, rindu yang saya rasakan seperti menemukan obatnya.
Saya duduk di samping makam Ruwaifi sambil melihat-lihat makam disekelilingnya, tak terhitung.
---------
Saya tidak tahu sampai kapan akan begini, dan mungkin beginilah seorang anak pada ingatan ibunya. Seorang anak bisa dengan mudah menghapus bayangan ibunya saat ibunya di takdirkan ‘pergi’ lebih dulu terlebih jika si anak masih bayi...namun.. ibu mana yang sanggup melupakan kepergian anak-anaknya.
Kemarin sore itu saya meninggalkan makam Ruwaifi dengan perasaan lega, saya memaklumi perasaan yang saya rasakan, bahwa mungkin selamanya akan begini, Ruwaifi akan akan tinggal di hati saya, meski kelak akan ada adik-adiknya.
16 Desember 2015
Belum
genap sebulan anak saya meninggal saat saya dimasukan ke dalam grup wa
yang di huni ibu-ibu muda. Awal kali mendapat undangan untuk ikut
bergabung, hati saya sempat terbakar eh terluka.. Hehe.. “Apa maksudnya
coba ngundang-ngundang ke grup beginian, nggak tahu apa ya luka hati
saya belum sembuh, luka operasi cesar saya belum kering, anak saya baru
meninggal”
Jadilah mata saya gerimis setiap kali menatap layar henpon saat ibu-ibu di grup itu membahas anak-anaknya yang lucu. Belum lagi pas momen memperkenalkan diri, berasa ingin hengkang dari grup itu, tapi... tapi.. tapi enggak jadi. hehe
****
Belum genap dua pekan anak saya meninggal saat seorang teman menanyakan bagaimana kabar saya, dan apa sebab anak saya meninggal. Tentang tanya ‘sebab’ awalnya saya pikir hanya saja yang sensitip saat di tanya-tanya eh ternyata, setelah ngobrol-ngobrol dengan mereka yang pernah mengalami kejadian serupa saya, ternyata tanya itu memang seperti mengorek luka yang belum kering.
Tidak selesai sampai di situ, tanya-tanya dari teman saya itu ia akhiri dengan pernyaatan bahwa ia sedang hamil lagi, hamil anak ke dua.
Saya... Tersenyum getir, gila lo yeee..penting ya ngabarin tentang kehamilan di saat orang sedang berduka
Kejadian serupa kejadian lagi kemarin, saya di tag oleh seorang teman saya dengan gambar tespek. Ia positif hamil anak ke dua.
Pedis kehidupan kaka.. :D:D
*****
Kejadian di atas hanya beberapa saja dari sekian banyak reaksi orang-orang di sekililing kita atas sesuatu yang kita alami. Kenyataaan pahitnya, kita tidak bisa meminta semua orang untuk mengerti kita, satu-satunya pilihan adalah Kuat. Harus Kuat!
07 Desember 2015
Jadilah mata saya gerimis setiap kali menatap layar henpon saat ibu-ibu di grup itu membahas anak-anaknya yang lucu. Belum lagi pas momen memperkenalkan diri, berasa ingin hengkang dari grup itu, tapi... tapi.. tapi enggak jadi. hehe
****
Belum genap dua pekan anak saya meninggal saat seorang teman menanyakan bagaimana kabar saya, dan apa sebab anak saya meninggal. Tentang tanya ‘sebab’ awalnya saya pikir hanya saja yang sensitip saat di tanya-tanya eh ternyata, setelah ngobrol-ngobrol dengan mereka yang pernah mengalami kejadian serupa saya, ternyata tanya itu memang seperti mengorek luka yang belum kering.
Tidak selesai sampai di situ, tanya-tanya dari teman saya itu ia akhiri dengan pernyaatan bahwa ia sedang hamil lagi, hamil anak ke dua.
Saya... Tersenyum getir, gila lo yeee..penting ya ngabarin tentang kehamilan di saat orang sedang berduka
Kejadian serupa kejadian lagi kemarin, saya di tag oleh seorang teman saya dengan gambar tespek. Ia positif hamil anak ke dua.
Pedis kehidupan kaka.. :D:D
*****
Kejadian di atas hanya beberapa saja dari sekian banyak reaksi orang-orang di sekililing kita atas sesuatu yang kita alami. Kenyataaan pahitnya, kita tidak bisa meminta semua orang untuk mengerti kita, satu-satunya pilihan adalah Kuat. Harus Kuat!
07 Desember 2015
Tepat
di tanggal ini, dua bulan yang lalu, saya dan suami menanti dengan
harap-harap cemas kelahiran anak kami. Harapan yang sudah jauh melangit
tak juga putus asa bahkan saat dokter mengatakan bahwa anak kami sudah
tiada. Kami masih sama-sama berharap bahwa bayi mungil yang sudah
berbulan kami nantikan itu akan membuka matanya atau menangis,
menangislah nak sekuatmu!
Ruangan yang kami tempati tetiba disesaki duka, innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Bulir-bulir air mata tertahan pada isak kami yang tak bersuara, seberapapun ingin kami agar bayi mungil itu tetap ada disisi kami, tetap saja tak bisa kami tahan. Qadarullah.
******
Kini telah berlalu dua bulan, jika ada yang saya sesali dari kehamilan sampai melahirkan maka tidak menuliskannya ada dipoint paling pertama.
Kemarin saya membaca lagi tulisan-tulisan saya yang lalu mengenai fase-fase kehamilan yang saya jalani, ada perasaan senang, saya seperti di bawa pulang ke masa lalu. Saya sempat berandai-andai, aduh kenapa saya tidak menulis lebih banyak lagi tentang anak kami dengan segala apa yang saya rasakan selama hamil.
Bisa dibilang, menulis menjadi obat untuk rindu yang bisa dibaca-baca saat waktu sudah jauh berlalu. Menulis adalah pengikat kenangan sebab kita tidak pernah tahu sejauh mana umur akan membawa kita.
******
Setelah membuka catatan yang lalu, ingatan saya dibawa pada banyak kenangan selama hamil. Masih teringat jelas, pagi-pagi buta saya menampung urine untuk tes kehamilan. Tidak ingin berharap banyak takut ‘kecewa’ tapi saat harap itu tidak benar-benar meng-hiba, eh malah positif, beberapa pekan lalu saat beres-beres kamar, saya menemukan tespek yang dulu saya pakai, dulu saya sengaja menyimpannya untuk kenang-kenangan. Hehe. Allah itu penuh kejutan :)
Lalu masuk pada trimester pertama. Dilema LDRan sampailah di ubun-ubun. Hamil di rantau jauh dari suami galaunya jangan di tanya kaka. Untunglah ngidam yang saya alami tidak macam-macam. Anak yang baik, tidak menyusahkan ibunya yang galau. :)
Memasuki bulan ke empat, saya mendatangi dokter dengan rasa penasaran, laki-laki atau perempuan kah dia. Setelah mengetahui jenis kelaminnya, entah mengapa keinginan untuk merahasiakannya tidak ada sama sekali, bahkan setiap ada yang bertanya “laki-laki atau perempuan kah dia" maka saya akan menjawab dengan semangat berapi “insyaallah laki-laki, doakan ya jadi anak sholeh” :)
Nama. Cukup dua suku kata. Saya memilih nama shahabat Nabi, Ruwaifi. Nama sahabat ini kurang tenar, dan ini menjadi salah satu alasan saya memilihnya. Suami memilih ‘Tauhid’ untuk nama belakang anak kami. Jadilah Ruwaifi Tauhid, bersama nama ini kami menyematkan do’a semoga ia menjadi pejuang Tauhid.
Gerakan pertama, saya merasakan gerakan pertamanya saat sholat ashar dipekan ke 19. Entah karena terlampau senang atau apa, saya berulang kali memastikan apa itu benar dia atau jangan-jangan cacing lagi, hehe, setelah berlalu sekian waktu, saya benar-benar yakin bahwa itu dia.
Memasuki bulan ke tujuh, saya mulai belanja online keperluan bayi. Bilna.com membuat saya ngiler. Hehe. Jadilah saya dibuat menunggu oleh kurir bilna. Setelah pesanan datang, saya akan bolak-balik melipatnya. Urusan dibulan ini yang paling emejing adalah pengurusan kartu keluarga yang hanya ada nama saya dan suami, setelah kartu keluarga jadi sengaja saya tidak menjilid kartu keluarga itu, sebab nanti juga akan diganti, nanti akan ada nama ruwaifi tauhid. Kami menunggumu, nak.
Lalu kemudian bentangan-bentangan waktu menunggunya itu telah terisi dengan banyak hal, mulai dari senyum yang lebar hingga tangis yang kadang tidak jelas sebabnya. Cinta kepadamu, nak, sudah tumbuh subur jauh sebelum engkau menapak bumi. :)
******
“Kehamilan dan melahirkan itu mengandung banyak pelajaran Tauhid sebab di dalamnya banyak harap dan kekuatiran” ucap seorang teman menasehati.
Hari ini saya kembali membawa perasaan kehilangan dua bulan ini dalam perenungan yang panjang, semua hal yang terlewati dengan dengan segala rasanya, tidak lepas dari pengaturanNya. Manusia hanya bisa berencana saja. Bahwa perkara melepaskan apa yang diharapkan dengan sepenuh hati selalu mengajarkan tentang keikhlasan, tentang hal yang sering dilupakan bahwa semua milik Allah, semua milikNya, anak kami, jiwa kami adalah milikNya.
“Kepunyaan Allah lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan hanya kepada Allah segala urusan dikembalikan” (QS.3:109)
30 November 2015
Ruangan yang kami tempati tetiba disesaki duka, innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Bulir-bulir air mata tertahan pada isak kami yang tak bersuara, seberapapun ingin kami agar bayi mungil itu tetap ada disisi kami, tetap saja tak bisa kami tahan. Qadarullah.
******
Kini telah berlalu dua bulan, jika ada yang saya sesali dari kehamilan sampai melahirkan maka tidak menuliskannya ada dipoint paling pertama.
Kemarin saya membaca lagi tulisan-tulisan saya yang lalu mengenai fase-fase kehamilan yang saya jalani, ada perasaan senang, saya seperti di bawa pulang ke masa lalu. Saya sempat berandai-andai, aduh kenapa saya tidak menulis lebih banyak lagi tentang anak kami dengan segala apa yang saya rasakan selama hamil.
Bisa dibilang, menulis menjadi obat untuk rindu yang bisa dibaca-baca saat waktu sudah jauh berlalu. Menulis adalah pengikat kenangan sebab kita tidak pernah tahu sejauh mana umur akan membawa kita.
******
Setelah membuka catatan yang lalu, ingatan saya dibawa pada banyak kenangan selama hamil. Masih teringat jelas, pagi-pagi buta saya menampung urine untuk tes kehamilan. Tidak ingin berharap banyak takut ‘kecewa’ tapi saat harap itu tidak benar-benar meng-hiba, eh malah positif, beberapa pekan lalu saat beres-beres kamar, saya menemukan tespek yang dulu saya pakai, dulu saya sengaja menyimpannya untuk kenang-kenangan. Hehe. Allah itu penuh kejutan :)
Lalu masuk pada trimester pertama. Dilema LDRan sampailah di ubun-ubun. Hamil di rantau jauh dari suami galaunya jangan di tanya kaka. Untunglah ngidam yang saya alami tidak macam-macam. Anak yang baik, tidak menyusahkan ibunya yang galau. :)
Memasuki bulan ke empat, saya mendatangi dokter dengan rasa penasaran, laki-laki atau perempuan kah dia. Setelah mengetahui jenis kelaminnya, entah mengapa keinginan untuk merahasiakannya tidak ada sama sekali, bahkan setiap ada yang bertanya “laki-laki atau perempuan kah dia" maka saya akan menjawab dengan semangat berapi “insyaallah laki-laki, doakan ya jadi anak sholeh” :)
Nama. Cukup dua suku kata. Saya memilih nama shahabat Nabi, Ruwaifi. Nama sahabat ini kurang tenar, dan ini menjadi salah satu alasan saya memilihnya. Suami memilih ‘Tauhid’ untuk nama belakang anak kami. Jadilah Ruwaifi Tauhid, bersama nama ini kami menyematkan do’a semoga ia menjadi pejuang Tauhid.
Gerakan pertama, saya merasakan gerakan pertamanya saat sholat ashar dipekan ke 19. Entah karena terlampau senang atau apa, saya berulang kali memastikan apa itu benar dia atau jangan-jangan cacing lagi, hehe, setelah berlalu sekian waktu, saya benar-benar yakin bahwa itu dia.
Memasuki bulan ke tujuh, saya mulai belanja online keperluan bayi. Bilna.com membuat saya ngiler. Hehe. Jadilah saya dibuat menunggu oleh kurir bilna. Setelah pesanan datang, saya akan bolak-balik melipatnya. Urusan dibulan ini yang paling emejing adalah pengurusan kartu keluarga yang hanya ada nama saya dan suami, setelah kartu keluarga jadi sengaja saya tidak menjilid kartu keluarga itu, sebab nanti juga akan diganti, nanti akan ada nama ruwaifi tauhid. Kami menunggumu, nak.
Lalu kemudian bentangan-bentangan waktu menunggunya itu telah terisi dengan banyak hal, mulai dari senyum yang lebar hingga tangis yang kadang tidak jelas sebabnya. Cinta kepadamu, nak, sudah tumbuh subur jauh sebelum engkau menapak bumi. :)
******
“Kehamilan dan melahirkan itu mengandung banyak pelajaran Tauhid sebab di dalamnya banyak harap dan kekuatiran” ucap seorang teman menasehati.
Hari ini saya kembali membawa perasaan kehilangan dua bulan ini dalam perenungan yang panjang, semua hal yang terlewati dengan dengan segala rasanya, tidak lepas dari pengaturanNya. Manusia hanya bisa berencana saja. Bahwa perkara melepaskan apa yang diharapkan dengan sepenuh hati selalu mengajarkan tentang keikhlasan, tentang hal yang sering dilupakan bahwa semua milik Allah, semua milikNya, anak kami, jiwa kami adalah milikNya.
“Kepunyaan Allah lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan hanya kepada Allah segala urusan dikembalikan” (QS.3:109)
30 November 2015
Area
pemakaman tempat Ruwaifi di makamkan tidak jauh dari tempat tinggal
saya. Jadi setiap kangen sama Ruwaifi saya bisa langsung tancap gas ke
saana, hanya butuh waktu sekitar 15 belas menitan.
Area pemakaman yang asri menghilangkan kesan horor yang selama ini dihubung-hubungan dengan kuburan.Pertama kali kesana saya sempat kaget,loh kok ada masjid, masjidnya cantik itu lah yang akan dijumpai para peziarah setelah melewaati gerbang yang di apir dua pagar besi. Di dekat gerbang ada rumah lengkap dengan warungnya, tak jauh dari situ ada beberapa ruangan yang di jadikan tempat berkantor oleh pengurus makam. Jalan setapak antar satu bagian makam dengan bagian lainnya dipakaikan paving blok.
Maka jadilah saya bisa betah berlama-lama di sana. Setelah perkenalan saya dengan Pak Salim beberapa hari yang lalu, suasana kunjungan saya ke makam Ruwaifi jadi berasa beda. Pak Salim adalah tukan gali kubur. Dari wajah saya menaksir umur beliau ada di angka 60-70an. Beliau sudah sepuluh tahun lebih bekerja sebagai tukang gali kubur di sana
Area pemakaman yang asri menghilangkan kesan horor yang selama ini dihubung-hubungan dengan kuburan.Pertama kali kesana saya sempat kaget,loh kok ada masjid, masjidnya cantik itu lah yang akan dijumpai para peziarah setelah melewaati gerbang yang di apir dua pagar besi. Di dekat gerbang ada rumah lengkap dengan warungnya, tak jauh dari situ ada beberapa ruangan yang di jadikan tempat berkantor oleh pengurus makam. Jalan setapak antar satu bagian makam dengan bagian lainnya dipakaikan paving blok.
Maka jadilah saya bisa betah berlama-lama di sana. Setelah perkenalan saya dengan Pak Salim beberapa hari yang lalu, suasana kunjungan saya ke makam Ruwaifi jadi berasa beda. Pak Salim adalah tukan gali kubur. Dari wajah saya menaksir umur beliau ada di angka 60-70an. Beliau sudah sepuluh tahun lebih bekerja sebagai tukang gali kubur di sana
Terakhir
bertemu, pak salim lagi sibuk-sibuknya menggali kubur untuk jenazah
yang akan dimakamkan sore nanti. Sambil menunggu jenazah datang, saya
mengobrol dengan pak salim sekalian jalan-jalan di area pemakaman. Saya
sempat merinding melihat jejeran makam-makam yang masih basah. Tak jauh
dari situ ada satu petak tanah yang kelihatan tidak terurus,saat
melewati area itu pak salim mengatakan bahwa kuburan yang baru-baru
beliau gali ada disana, sambil menunjuk lubangan kubur yang siap di
pakai. Lagi-lagi saya merinding.
“Pak salim, bagian itu kok kayak gak terawat ya?” tanyaku
“iya bu, orang-orang yang dimakamin disana emang nggak dikenal, biasanya jenazah dari rumah sakit yang datanya nggak jelas di makamin di sana bu, bayi-bayi yang dibuang juga banyak di sana bu”
Saya terdiam mendengar penjelasan Pak salim.
“Pak salim, bagian itu kok kayak gak terawat ya?” tanyaku
“iya bu, orang-orang yang dimakamin disana emang nggak dikenal, biasanya jenazah dari rumah sakit yang datanya nggak jelas di makamin di sana bu, bayi-bayi yang dibuang juga banyak di sana bu”
Saya terdiam mendengar penjelasan Pak salim.
Lalu itu makam siapa pak salim, saya menunjuk bangunan makam yang lain dari makam disekelilingnya.
“Oh itu makam habib bu, sering di zairahi juga itu bu sama warga”
“Kalau yang itu kenapa banyak batu-batunya pak?”
“Itu kejeblok bu, papan-papannya udah rusak”
Saya diam lagi.
Sungguh, saya takut! Ingin cepat-cepat pulang.
“Pak salim tolong makam anak saya dirawat ya pak”
“Iya bu, insyaallah kalau ada umur, makam anak ibu akan saya rawat”
“Pak salim tolong makam anak saya dirawat ya pak”
“Iya bu, insyaallah kalau ada umur, makam anak ibu akan saya rawat”
Saya menyudahi obrolan dengan pak salim dengan perasaan takut pada banyak hal, mengingat lagi kematian, Ya Allah entah bagaimana akhirnya? Semoga baik.
---------
Untuk Ruwaifi sayang, kepergianmu Nak, mengajarkan banyak hal pada kami, orang tuamu. :’)
Buat Pak salim, terima kasih banyak pak, semoga bapak sehat-sehat, diberi umur yang berkah, dan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah atas kebaikan bapak pada mereka yang di takdirkan 'pergi' lebih dulu.
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang menyaksikan jenazah sampai ia menyolatkannya, maka baginya satu qiroth. Lalu barangsiapa yang menyaksikan jenazah hingga dimakamkan, maka baginya dua qiroth.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dua qiroth?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Dua qiroth itu semisal dua gunung yang besar.” (HR. Bukhari no. 1325 dan Muslim no. 945)
Dalam riwayat Muslim disebutkan:
“Barangsiapa shalat jenazah dan tidak ikut mengiringi jenazahnya, maka baginya (pahala) satu qiroth. Jika ia sampai mengikuti jenazahnya, maka baginya (pahala) dua qiroth.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dua qiroth?” “Ukuran paling kecil dari dua qiroth adalah semisal gunung Uhud”, jawab beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim no. 945)
16 Desember 2015
"Jari-jarinya panjang, kulitnya putih, wajahnya mirip denganmu..” jelasnya setelah saya menanyakan bagaimana rupa anak kami.
“Harusnya tadi menunggu saya bangun dulu baru di makamkan...Saya ingin memegang tangan Ruwaifi...” ucapku lirih.
Ia
hanya menatap saya dengan mata berkaca tanpa berkata-kata. Malam
semakin larut. Ruangan rumah sakit yang kami tempati tidak dapat lagi
menampung perasaan kami, kami sama-sama menangis, tanpa isak.
21 November 2015
Hampir dua bulan dari hari itu, saya kembali mendatangi rumah sakit yang andai boleh memilih, saya ingin melupakannya saja. Namun, ingatan saya seperti melawan, semakin kuat usaha saya untuk melupakan tiap jengkal kejadian di rumah sakit ini, maka ingatan saya akan bekerja lebih kuat lagi untuk memanggil semua kenang-kenangan itu, iya, kenangan tentang anak kami. Rasa-rasanya separuh hati saya tertinggal di rumah sakit ini.
Saya memasuki rumah sakit dengan hati yang saya kuat-kuatkan, namun baru berapa langkah, kekuatan itu seperti luruh saat saya melewati kerumunan ibu-ibu muda yang menggendong bayi. Saya berhenti sebentar memandangi wajah-wajah imut itu, mungkin bayi-bayi itu seumuran Ruwaifi, anak kami. Ah sedang apa dia saat ini? bagaimana kabarnya? dengan siapa ia berteman? adalah pertanyaan yang saya ulang-ulang tiap kali mengingatnya.
Saya kembali melanjutkan langkah menyurusi lorong-lorong rumah sakit, sesekali saya tersenyum kecil mengingat apa yang saya lewati selama hamil. Kenang-kenangan di rumah sakit ini seperti berebutan mendatangi. Manusia memang hanya bisa berencana, sesuatu yang kita perjuangkan dengan berdarah-darah dapat hilang dalam sekejap jika Allah tidak berkenan. Mengembalikan setiap urusan kepada Allah adalah pelipur lara yang paling sakti.
-------
Sepeninggal anak kami, setiap kali mengikuti pengajian saya akan menuliskan pertanyaan diselembar kertas yang berisi permohonan nasehat...”ustadz mohon nasehatnya, anak kami meninggal beberapa pekan yang lalu..”
Untaian-untaian nasehat itulah yang kemudian menguatkan kami. Bahkan seorang ustadz mengatakan bahwa ketetapan Allah atas meninggalnya seorang anak mengandung banyak kebaikan, sisi buruknya hanya satu saja yakni kesedihan yang menyelimuti hati, selebihnya ada banyak kebaikan yang Allah janjikan.
Di antaranya, pertama, Akan di gugurkan dosa-dosa orang tua yang kehilangan anaknya, bukankah setiap musibah yang menimpa seorang muslim akan menggunggurkan dosa-dosanya. Kedua, ada janji pahala yang besar atas kesabaran. Ketiga, Akan dibangunkan rumah di syurga, rumah itu di namakan rumah pujian. Keempat, Si anak akan menanti orang tuanya dipintu syurga dengan penuh kerinduan.
Selain nasehat-nasehat dari pengajian, kami juga mendatangi toko buku. Buku yang berjudul “Ya Allah, aku mah apa atuh” seperti diterbitkan untuk kami. Nasehatnya pas.
Dan nasehat dari saudara-saudara seiman yang mendapatkan ujian serupa. Salah satu nasehat yang begitu berkesan di hati datang dari salah seorang pimpinan di tempat saya bekerja. Beliau menuturkan bahwa salah seorang kerabatnya mengatakan bahwa di arab sana jika seorang muslim kehilangan anak yang belum mencapai usia baligh maka orang-orang akan mengatakan barakallah karena keutamaan yang Allah janjikan begitu banyak untuk mereka yang di uji dengan kehilangan anak.
Semoga kami termaksud orang-orang yang sabar..
-------
Kemarin sore saya kembali mendatangi makam anak kami sepulang dari tempat kerja. Kangen rasanya :’)
Teruntuk Ruwaifi sayang, qadarullah, Allah menetapkan bahwa kamu pergi lebih dahulu, nak. Tapi percayalah, ada seorang perempuan yang tidak akan lepas mendoakanmu, ada seorang laki-laki yang mengingatmu disetiap sujud-sujud panjangnya. Kami merindukanmu, Nak.
24 November 2015
Hampir dua bulan dari hari itu, saya kembali mendatangi rumah sakit yang andai boleh memilih, saya ingin melupakannya saja. Namun, ingatan saya seperti melawan, semakin kuat usaha saya untuk melupakan tiap jengkal kejadian di rumah sakit ini, maka ingatan saya akan bekerja lebih kuat lagi untuk memanggil semua kenang-kenangan itu, iya, kenangan tentang anak kami. Rasa-rasanya separuh hati saya tertinggal di rumah sakit ini.
Saya memasuki rumah sakit dengan hati yang saya kuat-kuatkan, namun baru berapa langkah, kekuatan itu seperti luruh saat saya melewati kerumunan ibu-ibu muda yang menggendong bayi. Saya berhenti sebentar memandangi wajah-wajah imut itu, mungkin bayi-bayi itu seumuran Ruwaifi, anak kami. Ah sedang apa dia saat ini? bagaimana kabarnya? dengan siapa ia berteman? adalah pertanyaan yang saya ulang-ulang tiap kali mengingatnya.
Saya kembali melanjutkan langkah menyurusi lorong-lorong rumah sakit, sesekali saya tersenyum kecil mengingat apa yang saya lewati selama hamil. Kenang-kenangan di rumah sakit ini seperti berebutan mendatangi. Manusia memang hanya bisa berencana, sesuatu yang kita perjuangkan dengan berdarah-darah dapat hilang dalam sekejap jika Allah tidak berkenan. Mengembalikan setiap urusan kepada Allah adalah pelipur lara yang paling sakti.
-------
Sepeninggal anak kami, setiap kali mengikuti pengajian saya akan menuliskan pertanyaan diselembar kertas yang berisi permohonan nasehat...”ustadz mohon nasehatnya, anak kami meninggal beberapa pekan yang lalu..”
Untaian-untaian nasehat itulah yang kemudian menguatkan kami. Bahkan seorang ustadz mengatakan bahwa ketetapan Allah atas meninggalnya seorang anak mengandung banyak kebaikan, sisi buruknya hanya satu saja yakni kesedihan yang menyelimuti hati, selebihnya ada banyak kebaikan yang Allah janjikan.
Di antaranya, pertama, Akan di gugurkan dosa-dosa orang tua yang kehilangan anaknya, bukankah setiap musibah yang menimpa seorang muslim akan menggunggurkan dosa-dosanya. Kedua, ada janji pahala yang besar atas kesabaran. Ketiga, Akan dibangunkan rumah di syurga, rumah itu di namakan rumah pujian. Keempat, Si anak akan menanti orang tuanya dipintu syurga dengan penuh kerinduan.
Selain nasehat-nasehat dari pengajian, kami juga mendatangi toko buku. Buku yang berjudul “Ya Allah, aku mah apa atuh” seperti diterbitkan untuk kami. Nasehatnya pas.
Dan nasehat dari saudara-saudara seiman yang mendapatkan ujian serupa. Salah satu nasehat yang begitu berkesan di hati datang dari salah seorang pimpinan di tempat saya bekerja. Beliau menuturkan bahwa salah seorang kerabatnya mengatakan bahwa di arab sana jika seorang muslim kehilangan anak yang belum mencapai usia baligh maka orang-orang akan mengatakan barakallah karena keutamaan yang Allah janjikan begitu banyak untuk mereka yang di uji dengan kehilangan anak.
Semoga kami termaksud orang-orang yang sabar..
-------
Kemarin sore saya kembali mendatangi makam anak kami sepulang dari tempat kerja. Kangen rasanya :’)
Teruntuk Ruwaifi sayang, qadarullah, Allah menetapkan bahwa kamu pergi lebih dahulu, nak. Tapi percayalah, ada seorang perempuan yang tidak akan lepas mendoakanmu, ada seorang laki-laki yang mengingatmu disetiap sujud-sujud panjangnya. Kami merindukanmu, Nak.
24 November 2015
Langit
hampir berganti pakaian saat kami memasuki area pemakaman. Jantung saya
berdegup sangat kencang, sepanjang perjalanan menuju makan, batin saya
terus membisikan mantra-mantra agar saya menguatkan diri. Ini untuk
pertama kalinya saya mendatangi makam anak kami setelah 43 hari sejak
meninggalnya.
Dalam perjalanan ini, satu per satu kenang-kenangan selama hamil menggema-gema, bagaimana bahagianya kami saat pertama kali melihat dua garis merah samar, suami saya sempat bertanya, ini artinya apa? bahagia membuat kami hampir tidak mempercayai dua garis merah itu. Ingin rasanya langsung lari mencari dokter, tapi hari masih terlalu pagi, rembulan belumlah sempunrna hilang. Dua garis merah itu menyembuhkan penantian kami.
2015 masih sangat ranum ketika saya untuk pertama kalinya melakukan pemeriksaan kehamilan. Saya tidak bisa melukiskan perasaan yang saya rasakan saat dokter memperdengarkan detak jantung anak kami untuk pertama kali, sepanjang perjalanan pulang saya tersenyum bahagia.
Pekan demi pekan pun berlalu, hari-hari yang kami lewati tidak lagi sama. Kami menantimu, Nak!